
Perbedaan antara Baratayudha dengan Bratayudha
Oleh : Dr. Hadi Prajoko
Beda antara Kitab Bharatayudha dengan Serat Bratayuda
Lho kok beda? Beda lah, walaupun ceritanya, tokoh2nya dll sama tapi Bharatayudha dan Bratayudha mempunyai makna yg berbeda. Singkatnya Bharatayudha itu versi Epos India, sedangkan Bratayudha itu versi Pewayangan Jawa.
Perbedaan terbesarnya adalah yang menyangkut filsafatnya. Karena filsafatnya berbeda jalan ceritanyapun jadi berbeda juga. Bahkan kadang kala untuk menghadirkan filsafat Jawa sebagai ganti filsafat Hindu pada seni wayang, ditampilkan tokoh-tokoh rekaan seniman Jawa yang tidak ada pada Kitab Mahabarata maupun Ramayana.
Perbedaan antara Bharata dengan Brata
Bharata adalah leluhur yang berperang dalam kisah Maha Bharata. Sedangkan brata adalah laku dengan pembimbingan.
Adanya tokoh Semar ini dikisahkan sebagai pembimbung, pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan wiracarita Mahabharata dan Ramayana. Meski demikian, nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut (berbahasa Sanskerta), karena tokoh ini merupakan ciptaan tulen pujangga Jawa.
Kisah Dewi Amba. Dalam pewayangan disebutkan mati karena terpanah secara tidak sengaja oleh Dewabrata alias Bisma. Sedangkan dalam Kitab Mahabarata ia mati karena usia tua setelah bertapa di hutan. Selain itu, dalam pewayangan Dewi Amba tidak mendendam dan hendak membalas kematiannya pada Bisma, melainkan menjemput kematian pria yang didambakannya itu untuk diajak hidup bersama di alam kekal. Jadi unsur cinta Dewi Amba pada Bisma tampak kuat dalam pewayangan, sedangkan di Kitab Mahabarata, unsur dendam Dewi Ambalah yang menonjol.
Menurut Mahabarata Dewi Amba menitis pada Dewi Srikandi lalu membunuh Bisma dalam Baratayuda dengan tujuan membalas dendam atas kematiannya.
Kakawin Bratayudha asalnya prosa Bahasa Jawa kuna ( Bahasa Kawi)
Bratayuda merupakan interpretasi sendiri dalam bahasa Jawa kuno. Awal mulanya berbentuk sastra parwa. Sastra berbentuk prosa Bahasa Kawi ini ditulis di bawah pemerintahan raja Dharmawangsa dari Medang yang memerintah pada tahun 990-1006 M. Namun digubah sebagai parwa atau bagian awal dalam bentuk kakawin oleh mpu Sedah dan diselesaikan oleh Mpu Panuluh pada zaman kekuasaan Raja Jayabaya (1135-1159 M). Kitab ini selesai ditulis pada 1079 Saka atau tepatnya 6 November 1157 Masehi.
Menurut tradisi Jawa, perang saudara keturunan kerajaan Medang sudah ditakdirkan oleh para dewa jauh sebelumnya. Tradisi juga menyatakan bahwa medan perang Kurukshetra tidak terletak di negara bagian Haryana India saat ini, melainkan di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Oleh karena itu, orang Jawa menganggap epos Mahabharata terjadi di Jawa dan bukan di India.
Bharatayudha
Bharata : Maharaja Bharata
Yudha : Perang
Bharatayudha bermakna perang antar keturunan Bharata, versi Epos India. Bharata adalah nenek moyang bangsa Bharata yg menguasai wilayah Bharatawarsa, India. Kitab ini turun kepada Resi Abiyasa dan Walmiki. Bharata mempunyai banyak keturunan salahsatunya adalah Kuru, leluhur Pandawa Kurawa.
Perang Pandawa Kurawa juga menyeret semua mitra koalisinya, sesama bangsa Bharata sehingga menjadi perang besar antar keturunan, Bharatayudha. Karena perang ini rekor paling besar pada saat itu makanya dinamai juga Mahabharata.
Bratayudha
Brata : Lelaku, Ibadah
Yuda : Perang
Bratayuda bermakna perang lelaku, perang suci, dlm arti perang antara kebenaran (Pandawa) melawan kebatilan (Kurawa), menurut versi pewayangan Jawa. Pada perkembangan berikutnya, penggubahan cerita Mahabharata dilakukan dalam bentuk kakawin, yakni puisi lawas dengan metrum India berbahasa Jawa Kuno.
Sumber dan sisi filsafat cerita Bratayudha Kediri ini tidak langsung dan seluruhnya dari sloka Mahabarata Sanskerta. Tetapi justru diambil dari kitab kitab parwa dalam bahasa Jawa Kuna sebelumnya sejak zaman Dharmawangsa.
Salinan yang berbahasa prosa dari Jaman Dharmawangsa Teguh. Mahabharata terkenal pula dengan nama Astadasaparwa. Oleh karena kitab itu terbagi atas 18 parwa.
Tidak ada sosok Bharata dlm Pewayangan Jawa. Karena dlm Pewayangan Jawa, silsilah Pandawa diperbaharui, digubah, bahkan dalam versi pewayangan kisahnya, ada yang membuat nyambung ke Nabi Adam. Kitab Bratayudha ini sebetulnya kisah simbolik, yang menceritakan perang perebutan kekuasaan antar dua putra raja Airlangga penguasa kerajaan Medang Kamulan. Raja Airlangga membagi kerajaannya menjadi kerajaan Kediri dan Jenggala untuk dua puteranya itu, namun dua puteranya ini ingin menguasai seluruhnya.
Kesamaan Kisah Keluarga Bharata dan Keluarga Dharmawangsa
Memang kisah Kediri Jenggala ini bagaikan perang antara Kurawa dan Pandawa. Perang antara Raja Kediri dengan Raja Jenggala yang sama sama keturunan Raja Erlangga dan Raja Dharmawangsa.
Sebelumnya Dharmawangsa, raja terakhir Kerajaan Medang Jawa Timur pada tahun 991 – 1107 dengan bergelar abhiseka Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa pernah meminta ditulis kitab baratayudha digubah Kembali dalam versi Jawa.
Namun di saat masa pemerintahannya, raja Dharmawangsa mengadakan serangan ke Sriwijaya, yang kemudian menyerang balik. Akibat serangan balik tersebut, Raja Dharmawangsa pun terbunuh. Kejadian ini dikenal sebagai penyerangan Pralaya. Selepas dari itu, Kerajaan Medang dipimpin oleh Raja Airlangga.
Raja Airlangga merupakan keponakan dari Raja Dharmawangsa. Ia merupakan anak dari Raja Bali Udayana yang menikah dengan Mahendradatta atau saudara dari Raja Dharmawangsa.
Kitab-kitab Kakawin selain Bratayudha
Jika Kakawin Bratayudha dipersembahkan bagi Prabu Jayabhaya (1135-1157 M), ditulis pada sekitar akhir masa pemerintahan raja Daha (Kediri) tersebut. Di luar itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwang pada masa Jayabaya, dan diperkirakan pula menggubah Gatotkacraya pada masa raja Kertajaya (1194-1222 M) dari Kediri.
Selain Kakawin Bratayudha, salah satu yang terkenal adalah Kakawin Arjunawiwaha gubahan Mpu Kanwa. Karya yang diduga ditulis antara 1028-1035 M ini dipersembahkan untuk raja Airlangga dari kerajaan Medang Kamulan, menantu raja Dharmawangsa.
Beberapa kakawin lain turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya adalah Krsnayana (karya Mpu Triguna) dan Bhomantaka (pengarang tak dikenal) — kedua karya ini lahir dari zaman kerajaan Kediri.
Prthayajña karya Mpu Tanakung di akhir zaman Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno ini ditulis dalam lembar-lembar daun lontar.
Pada awal abad ke-19, kitab Bharatayuddha disalin pula oleh pujangga kraton Surakarta, Ranggawarsita, Yasadipura ke dalam bahasa Jawa baru dengan judul Serat Bratayuda.
Bentuk budaya peninggalan kerajaan Medang dan Kediri yang lain
Di samping itu, mahakarya sastra tersebut juga berkembang dan memberikan inspirasi bagi berbagai bentuk budaya dan seni pengungkapan, terutama di Jawa dan Bali.
Bentuknya mulai dari seni patung dan seni ukir pada candi-candi (relief), seni tari, seni lukis, hingga seni pertunjukan seperti wayang kulit dan wayang orang.
Lalu yg asli yg mana?
Yg ada badaknya! Bisa kontroversi klo ditanya mana yg asli. Tapi klo berdasarkan sumber, cerita Bharatayudha di India itu lebih dulu ada daripada cerita Bratayuda dlm pewayangan jawa. Cerita Pandawa Kurawa itu masuk ke Jawa bersamaan masuknya budaya Hindu Budha.
Tahun 996 raja Dinasti Īśāna yg bernama Śrī Dharmawangśa Tĕguh, mertua Śrī Airlangga, memerintahkan untuk “menjawakan” Mahābhārata dari bahasa Sanskerta/ India Kuno ke dalam bahasa Kawi/Jawa Kuno.
Bisa dilihat dalam rontal Wirāṭaparwa, Mahābhārata jilid 4 yang berbunyi:
“sira ta śrī dharmawangśa tĕguh anantawikrama ngaran ira, umilwa manggala ni mangjawakĕna byāsamata.”
Artinya:
“Beliau Śrī Dharmawangśa Tĕguh Anantawikrama nama beliau, ikutlah mendapat berkah dalam menjawakan ajaran Rĕsi Byāsa.”

